Tulisan ini sebenarnya adalah catatan hasil merangkum ketika mengikuti Tatsqif pertama di tahun 2018 ini. Tema Tatsqifnya memang tentang Let's Move Up, namun saya tidak menyangka bahwa yang terjadi kemudian adalah pengupasan isi, atau bahasa bakunya adalah tafsir, dari surah Al Insyirah. Surah yang dalam benak saya mainstream, surah yang saya fikir 'oh, saya sudah tahu'. Dan maha besar Rabb saya, yang mengatur semesta untuk meringankan langkah saya untuk datang, untuk mencatat tafsir yang dijabarkan Ustadz Jamaluddin ini, dan untuk menggugah hati saya yang congkak tak terkira menjadi 'terobati' setelah menerima tafsir surah ini. Dan untuk membuat tulisan ini juga, yang kalau bukan karena jadwal kulsap di MJR 2, saya mungkin hanya akan membiarkan rangkuman ini terselip rapi di dalam buku catatan kajian bersampul kulit di rak buku saya.
Sebagai tulisan yang defaultnya memang untuk menggugurkan kewajiban kulsap, kalimat-kalimatnya akan singkat, padat, bertipe kalimat langsung, dan banyak istilah per MJR an yang muncul seperti comin, laporan, dan semacamnya.
Turunnya di mekkah. Jadi ayat-ayatnya pendek. Kontennya tentang aqidah, banyak peringatan tentang surga dan neraka, serta sastranya dapet banget.
Ayat pertama, yg isinya adalah bukankah kami telah melapangkan bagimu dada mu? Itu merujuk pada surah sebelumnya yaitu Adh Dhuha ayat 5 - 8, yaitu tentang nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW
Ayat kedua, wadha'a - yadha'u yg artinya melepaskan. Selain sudah diberi nikmat, Allah pun sesungguhnya sudah melepaskan dari mu beban mu.
Beban yang dimaksud adalah dakwah, segala sesuatu tentang menyampaikan kebenaran, amar ma'ruf nahi munkar. Dakwah ketika di Makkah ini, membebani Nabi sedemikian rupa hingga dijabarkan di ayat ketiga sebagai anqadha yang artinya membebani berturut-turut, membebaninya terus menerus, sehingga terasa sulit, terasa sangat berat. Alladhi anqadha dhahran. Dhanrun ini artinya adalah punggung, bukan bahu. Saking beratnya dakwah ini, sampai rasanya itu sudah tidak bisa dipikul di bahu, tapi membebani sampai punggung, sampai terbungkuk-bungkuk rasanya.
Nah, beban yang berat banget luar biasa ini pun sudah dilepaskan oleh Allah.
Bahkan di ayat selanjutnya, Allah mendeklarasikan bahwa derajat kita pun telah di angkat. Jadi pertama dada sudah dilapangkan, beban sudah dilepaskan, derajat juga sudah diangkat.
Telah dilapangkan dada itu sebenarnya memiliki definisi maknawi, jd Allah sudah melapangkan sebenarnya tanpa kita sadari, karena we see but we do not observe.
Jadi dijelaskan di ayat selanjutnya, inna ma'a al'usri yusran. Bersama al'usri ada yusran. Al'usri ini adalah kesulitan, yg karena ada alif lam, dia sifatnya singular dan jelas, cuma ada satu aja yaitu beban dakwah yang tadi. Namun yusran, ini sifatnya plural dan luas, sangat sangat sangat banyak. Jadi yusran adalah kemudahan yang bahkan tidak dapat kita hitung, kenikmatan yang begitu luasnya hingga tidak dapat dibanding dengan kesulitan yang cuma ada satu itu tadi.
Bisa dibilang, salah satu sebab Rasulullah SAW saat itu merasa sempit dengan dadanya adalah karena terlupa akan nikmat Allah sebelumnya. Jadi ayat satu Al Insyirah seakan-akan mengatakan, "Kami kan udah melapangkan dada kamu, kenapa kamu masih merasa sulit?"
"Ketahuilah, bersama kesulitan itu ada kemudahan"
Sehingga, yang namanya dakwah itu pasti selalu satu paket kesulitan dan kemudahannya. Yg perlu di red circled adalah si kemudahan itu sudah ada jauh lebih banyak daripada kesulitan dari beban dakwah yang kita hadapi.
Ayat ketujuh, faidza faraghta fanshab. apabila kamu selesai dengan satu urusan, fanshab. Fanshab ini maknanya sama dengan inqadh di ayat ketiga, yg artinya berturut-turut. Jadi bisa dibilang fanshab ini adalah gerak cepat, sigap, segera selesaikan dan serang yang lain.
Dalam tafsir ibn katsir, maksud dari ayat ketujuh adalah apabila kamu telah selesai dari satu urusan duni, segeralah mengerjakan shalat.
Dalam tafsir jalalain, maksud ayat ketujuh adalah ketika selesai shalat, segeralah berdoa
Namun definisi yang paling tepat adalah tidak ada waktu kosong bagi orang mukmin, semua kesempatan baik lapang maupun sempit merupakan waktu untuk senantiasa produktif
Masuk ke ayat terakhir, dan kepada Tuhanmu kamu berharap. Definisi raghiba - yarghabu adalah berharap, ingin, suka. Jadi ketika diri ini lalai, merasa sempit, merasa susah, coba dicek lagi. Bisa jadi ketika menyampaikan dakwah ini, berharapnya sudah menyimpang ke ngarep dianggep sama manusia. Atau bisa jadi berharap dan yakinnya sama kekuatan diri sendiri. Bisa jadi karena melalaikan Allah itulah yg membuat semua terasa menjadi beban.
Menuju akhir, intisari tafsir surah Al Insyirah ini adalah:
1. Selalulah berlapang-dada di manapun dan kapanpun selama berdakwah
Misalkan ngingetin member buat kulsap ama laporan (minta dihajar comin 😂🙏🙏)
Dakwah itu panjang prosesnya, tidak akan bisa spontan, misal hari ini kita sampaikan besok sudah berhasil
2. Ada tantangan dalam dakwah
Sadari meski banyak kesulitan dalam dakwah, tapi Allah pasti akan beri kemudahan
Maka berusahalah agar senantiasa dapat menjadi abdan syakuro
3. Produktivitas
Kita harus mampu menggunakan waktu dengan cepat. Bahasanya kerja secara efisien.
4. Berharaplah hanya kepada Allah
bukankah dia yg tawakal kepada Allah, maka Allah akan mencukupkannya?
Jadi, kalimat klise yang sering menjadi nasihat yang (padahal memang) baik yaitu 'jangan dijadikan beban, ya..' memang benar adanya. Apalagi masalah yang kita pikir adalah beban itu, seringkali belum di level masalah sebab karena dakwah.
Jadi ya rek, jangan dijadikan beban ya, karena sungguhan Allah udah kasih kelapangan dan kemudahan yang banyak banget. Kitanya aja yang lupa. Kitanya aja yang ngga peka.