Wednesday, July 14, 2010

Siklus Carnot 1

Sebuah novel yang baru aku rintis :)
cekidot,

Jdug. Plak ! Sebuah bola mendarat dengan keras tepat di kepala cewek hitam manis yang sangat kurus, namanya Rena. “Aduuuh”, Rena meringis sambil mengelus-ngelus kepalanya.

Belum hilang rasa terkejutnya, tiba-tiba dia dikagetkan lagi dengan suara bentakan dari tengah lapangan. “Woy Eyang! Lihat ke mana sih ? “ , Alvin berseru sambil berkacak pinggang. “Konsen napa ?! Minggu depan kita tanding kalo kamu lupa !”. “Iya iya sori, aku inget kok, juga kalo lawan kita itu musuh bebuyutan sekolah kita. Beneran deh nggak lupa. Aku juga nggak lupa kalo neh kepala bonyok gara-gara kamu, tao ??” Rena balas menyeru sambil nunjuk-nunjuk ke arah Alvin. “Yaelah nih anak”, Alvin yang jengkel sekarang menghampiri Rena. “Udah udah, kita break aja sekarang. Lagi juga kita uda lumayan keras latihan hari ini”, Juniko, sang kapten, mendinginkan situasi yang mulai panas. “Ah Jun, kamu tuh terlalu lunak “, kata Alvin mengeluh kepada Juniko sambil melempar pandang jengkel pada Rena yang setelah meleletkan lidah ke Alvin langsung berlari menuju kursi penonton dan bergabung bersama anggota futsal lainnya. “Kamu Cuma agak emosi Vin”, kata Juniko sambil lalu seraya meneguk air minumnya. Tapi sebelah matanya memperhatikan Rena yang sekarang sibuk mengaduk-aduk isi tasnya mencari botol minumnya. Alvin hanya mendengus, dia masih tidak puas. “Asal jangan lupa juga kalo lawan kita nanti… “,ucapan Alvin terpotong kata-kata tajam Juniko. “Tim kita jauh lebih kuat sekarang daripada tahun lalu”, kata Juniko tajam, matanya menatap kea rah Alvin sekarang. “Oke sob, tenang, aku cuma ngingetin ja”, kata Alvin cepat. Dia sudah mulai merasa memancing kemarahan teman baiknya itu. Juniko melihat angka sudah menunjukkan pukul 6 di jam casio nya. Dia langsung berdiri dan menepuk-nepuk tangannya di atas, “Guys, latihan selesai. Jangan lupa kita ada latihan lagi besok, jam 3 sore di sini”.

Huff. Rena menarik nafas lega. Dia segera mengemasi barangnya. Bukannya dia merasa lega karena latihan sudah selesai dan dia kelelahan, tapi Rena merasa lega karena akhirnya dia terbebas dari rasa salah tingkah. Salah tingkah yang baru muncul akhir-akhir ini. Rena sendiri masih tidak mengerti bagaimana Juniko, teman main bolanya sejak pertama kali dia menjadi murid SMA, bisa membuatnya salah tingkah sekarang. Padahal dulu Juniko dan Rena sangat dekat, sering menghabiskan waktu bersama dengan tingkah mereka berdua yang sama-sama gila. Entah mencuri-curi waktu bermain bola ketika jam pelajaran, pulang sekolah bersama naek sepeda kumbang mereka … Ah ! Sekarang gara-gara salah tingkah yang baru muncul sekarang, Rena merasa tidak begitu nyaman lagi bila terlalu dekat dengan Juniko sekarang. Sama seperti tadi ketika mereka berlatih dan bermain bersama di halaman. Ketika itu, posisi Juniko sudah terlalu dekat dengan Rena. Juniko sedang menghalangi Rena menerima operan dari Alvin. Walhasil Rena langsung merasa kalang kabut dan konsentrasinya pun pecah sehingga dia tidak fokus hingga akhirnya bola Alvin menyambar kepalanya dengan tepat sasaran. “Uwgh, dasar Alvin gila. Gak tau apa sakit banget, sampe benjol gini”, Rena bersungut-sungut sambil mengelus-ngelus kepalanya yang beneran benjol terkena bola Alvin. “Ah, tapi salah Juniko juga tadi ngapain pake maen deket-deket aku segala” Rena melanjutkan mengeluh dalam hati. “Tapi ngapain juga sih aku mesti deg-deg an kalo deket dia ?? Nggak penting banget deh. Duuh Reen, kenapa sih kamu sekarang jadi gini ?? “ , sekarang Rena sudah menggelengkan kepala kuat-kuat.

“Heh Eyang! Ngapain sih kamu? Jadi pulang sama bareng nggak ??”, tiba-tiba sudah ada cewek dengan rambut hitam lebat yang dikuncir satu mengagetkan Rena dari belakang. Rena sontak terhentak, “Gila kamu Nesh! Ngagetin ja deh”. “Yee, kamu tuh yang gila. Geleng-geleng nggak jelas. Dah ah, cabut yuk. Dah sore banget ini”, keluh Nesha, sahabat Rena satu-satunya yang ikut bergabung dengannya di ekstrakurikuler futsal cewek. “Iya bentar, dikit lagi beres”, kata Rena sambil terburu-buru memasukkan handuk, botol minum, kaos, dan celananya dengan asal-asalan ke dalam tas Nike aspal kesayangannya. “Buruan deh Eyang”, Nesha langsung menggamit tangan Rena dengan tak sabar. “Eh eh, iya iya, tapi jangan tarik-tarik napa”, kata Rena dengan kesal.

Di sisi lain bangku penonton, Juniko menatap pertengkaran kecil antara dua cewek tadi yang berakhir dengan canda tawa sampai sampai keduanya keluar dari gedung olahraga. Dia masih bisa melihat Rena tertawa dengan lepas tadi. Tawa yang dulu selalu menemani hari-harinya di awal dia mulai menjadi murid SMA. Dia juga masih ingat tadi ketika dia menghampiri Rena sebelum latihan. “Nanti pulang bareng kan ?” , tanyanya kepada Rena yang masih mengikat tali sepatunya. Dilihatnya Rena sekilas seperti mematung, tapi setelahnya langsung menjawab, “Eh, nggak bisa Jun. Emm, aku dah bareng.. bareng ama Nesha nanti pulangnya. Iya bareng Nesha”. Juniko bisa melihat Rena berbicara dengan sangat cepat. Sebelum Juniko bisa menanggapi, Rena tiba-tiba sudah berteriak ke arah Nesha,”Nesh, kamu nggak lupa kan ntar kita pulang bareng?”. Nesha terlihat bingung tapi dia merasa saat itu situasi gawat bagi sahabatnya, dan dengan cepat dan meyakinkan Nesha langsung menjawab,”Iyalah inget. Emang nenek pikun apa, pake lupa segala??”. Akting Nesha emang kelihatan natural banget. Padahal Rena nggak ada rencana sama sekali pulang sama Nesha. Rena langsung tersenyum kepada Juniko seakan berkata, “Ya kan?”. Juniko cuma bisa mengangkat bahu dang pergi meninggalkan Rena.

Ada apa dengan Rena sih? Juniko mendesah berat. “Dasar cewek emang pada sulit dimengerti”, gumamnya sebal. Dengan merengut, dia mengemasi barangnya dan pulang.

*****

“Basi deh kamu Ren. Kalo emang kamu suka ama Juniko nggak pake menjauh gitu kali”, kata Nesha yang ada di depan Rena. Sekarang ini Nesha sedang membonceng Rena pulang dengan skuter matiknya. Rena terhenyak, “Siapa juga sih yang suka ama Juniko…”.

“Yaelah, kelihatan banget kali Ren”, potong Nesha.

“Ih, dia itu sahabat aku, jadi nggak mungkin aku suka dia”, kata Rena.

“Eyang jangan mulai ngeyel deh. Kamu sekarang deg-degan kan kalo ketemu dia? ”, Tanya Nesha.

“Iya sih… “, kata Rena pelan.

“Nah! Jelas kamu suka dia”, kata Nesha dengan penuh kemenangan.

“Tapi aku nggak nyaman ama perasaanku ini Nesh. Semua konsentrasiku buyar kalau ada dia. Iya kalau ketemu dia waktu lagi nggak ada latihan. Dia kan selalu dateng kalau ada latihan. Masa iya aku nyuru dia pulang”, kata Rena.

“Makanya Eyang, jangan menjauh gitu. Pake bohong terus. Aku kena imbasnya juga tahu”, gerutu Nesha

“Iya sori Nesh. Tapi aku harus gimana dong?” kata Rena setengah merengek. “Dua minggu lagi kita tanding pula. Kalo selama latihan gini terus bisa kacau tim futsal kita”. “Gampang Ren. Masalah gini aja kamu ribet banget. Cuma ada satu solusi buat masalah kamu sekarang.”, kata Nesha enteng. Muka Rena langsung berubah cerah. “Apaan solusinya Nesh ?” , Tanya Rena. “Jujur, bilang suka ma dia. Beres.”, jawab Nesha singkat dan padat. “Hah? Gila ah! Ogah”, tolak Rena mentah-mentah. “Kamu ma terus salah tingkah gini ?” , tanya Nesha. “Ya enggak Nesh. Tapi.. “, ujar Rena bimbang. “Itu satu-satunya cara Ren kalo kamu mau nggak salting mulu.”, kata Nesha.

“Nah, sampe”, kata Nesha begitu sampai di depan rumah Nesha.

“Thanks ya Nesh”, kata Rena sambil turun dari matik Nesha. “Eh, besok aku ngga jadi bareng kamu ya berangkat sekolahnya”, sambung Rena.

Nesha tersenyum lebar. Dia mengacungkan jempol dan langsung menggas skuter matiknya meninggalkan rumah Rena.

“Aku pulang!”, seru Rena keras di depan pintu rumahnya. Dilihatnya Bunda sedang sibuk di dapur dan Ayah tenggelam bersama perkakas perkakas pertaniannya.

“Kok tumben sih sendirian pulangnya?” , tiba-tiba Roni muncul dari pintu dapur mengagetkan Rena. “Ah, rese deh tiba-tiba ngagetin gitu”, kata Rena cemberut. “Tadi bareng Nesha tahu”. “Ohh.. “, kata Roni dengan gaya yang menyebalkan. “ ‘Ohh’ apaan sih? Dah deh, capek nih”, Rena yang masih cemberut dengan cepat langsung menyelinap ke dalam kamarnya dan membanting pintu kamarnya tepat di depan hidung Roni. Tapi sepertinya Roni tidak terpengaruh sama sekali dengan penolakan adeknya itu. “Jaah, adek ku ini galak banget. Jadi cewek jangan galak-galak dek. Ntar cowok-cowok pada kabur takut sama kamu”, kata Roni dengan cengar cengir di depan pintu kamar Rena. Sepertinya sifat jahil kakak Rena ini sedang kumad. “Emang aku pikirin!!!” balas Rena sambil berteriak kencang.

Bunda yang mendengar suara rebut-ribut mendatangi kamar Rena dengan cemas. Mungkin dikiranya baru saja terjadi Perang Dunia ketiga. Tapi dilihatnya hanya ada Roni yang cengar-cengir di depan pintu kamar putrid bungsunya itu. Mengerti dengan apa yang telah terjadi, Bunda tergopoh-gopoh langsung menghampiri Roni. Roni langsung tersenyum manis dan menjauh dari pintu kamar Rena melihat bundanya datang, “Eh Bunda…”. “Kakak ngejahilin Adek lagi ya ?” Tanya Bunda telak. “Iya Bunda, marahin tuh kak Roni!” teriak Rena dari dalam kamarnya. “Adek juga jangan teriak-teriak”, kata Bunda tak sabar. “Udah sana bantuin Ayah aja sortir benih. ”, kata Bunda yang tidak habis pikir kenapa Roni ini tidak pernah bisa berhenti menggoda adiknya. “Siap Bun!”, kata Roni dengan gaya seperti Jenderal dan langsung ngibrit melihat Bundanya melempar pandang ‘peringatan terakhir’. Bunda hanya bisa menggeleng-geleng kepala melihat tingkah anak pertamanya itu dan segera kembali ke dapur lagi.

Keluarga Rena bukanlah keluarga yang berkecukupan, tapi bukan juga keluarga yang terlalu papa. Pekerjaan Ayah Rena sebagai petani kecil dan ibunya yang hanya sebagai ibu rumah tangga membuat Rena dan kakaknya Roni tumbuh menjadi anak yang mandiri. Roni sekarang sudah kuliah dengan beasiswa penuh berkat prestasinya di bidang fisika. Rena yang selalu diceramahi Roni, dengan gaya sok tahunya yang selalu bikin Rena enggak juga sebal setengah mati tapi juga menjadi menyayanginya , juga bertekad agar dapat menjadi seperti kakaknya yang bisa sekolah tapi tidak memberatkan beban orangtua mereka. Hal ini yang membuat Rena menjadi seorang cewek yang tangguh dan tegar.

Saking tangguhnya, sampai tim futsal sekolah memasukkannya menjadi anggota andalan dalam tim. Rena yang sering menjuarai lomba lari dan tenis meja di tingkat nasional tidak pernah menyangka akan bisa menyukai sepakbola seperti sekarang ini. Juniko lah yang mengenalkan sepakbola padanya pertama kali. Rena yang ketahanan fisiknya memang kuat, dengan tidak membutuhkan waktu yang lama, sudah bisa menjadi atlet futsal cewek yang tangguh. Sampai akhirnya sekarang ini bergabung di tim futsal sekolah dan ikut beraksi dalam berbagai liga pertandingan antar sekolah.

Tapi tidak setangguh saat ini.

Rena sekarang termenung di kamarnya. Dia memikirkan ucapan Nesha tadi sewaktu pulang, juga ucapan kakaknya yang secara nggak langsung juga mendukung ucapan Nesha.

Juniko.

Cowok itu sekarang populer banget setelah menjadi kapten tim futsal, pikir Rena sambil merengut. Dan setelah populer, tiba-tiba saja Rena dikejutkan dengan membludaknya cewek yang menjadi penggemar Juniko.

Padahal Rena sudah mulai menyimpan rasa sejak pertama kali dia bertemu Juniko di tengah jalan pada hari pertama mereka berangkat sekolah. Rena sebenarnya nyaman dengan pertemanan mereka. Karena tidak ada satupun cewek di sekolah yang melirik Juniko karena wajah Juniko emang enggak cakep-cakep amat, pikir Rena sambil tertawa kecil. Tapi sekarang ini, setelah penggemar Juniko lebih sering mengerumuni Juniko, semua rasanya menjadi berubah menurut Rena.

Apa dia memang harus bilang suka kepada Juniko ? Tapi pasti memalukan banget kalo dia ngelakuin itu. Lagipula buat apa dia bilang suka segala?. Rena merasa kepalanya pusing memikirkan Juniko sekarang ini.

Tapi kalau dia nggak jujur, dia nggak akan pernah bisa tenang dan konsentrasi ketika latihan. Dan itu bisa berakibat tim sekolah dia terancam kalah di pertandingan 2 minggu lagi. Kalau tim sekolah dia kalah, dia akan ketinggalan satu langkah dalam mengejar beasiswa yang dia cita-citakan. Lagipula, dia kan cuma mau bilang suka aja. Dan itu adalah pernyataan yang tidak memerlukan jawaban dari Juniko.

Malam itu, Rena sudah memutuskan apa yang harus dilakukannya besok.

No comments:

Post a Comment